Welcome 2 my Blog

.......blog ini boleh d buka sama siapa aja ......
lw mo comment,mo baca 'n trserah lw dh....yg penting jgn lw rusak aj blog gw........

Minggu, 12 Februari 2012

Pengaruh CAFTA (China-Asean Free Trade Area) Terhadap Perindustrian di China dan Indonesia

Latar Belakang Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN dibentuk pada tahun 1967 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand and Singapura, lalu pada tahun 1980-an Brunei Darussalam bergabung dengan ASEAN. Lalu kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam bergabung dengan ASEAN pada tahun 1990-an. Kesepuluh negara ASEAN ini memiliki tingkat perekonomi yang berbeda, sumber daya manusia dan perkembangan teknologi. Lalu pada tahun 1992 ASEAN sepakat untuk membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) dengan penurunan tariff hingga mencapai 0 sampai 5 persen pada tahun 2002. Selain itu, ASEAN juga telah melakukan perjanjian perdagangan dalam hal liberalisasi jasa dan investasi dengan China, Jepang, Korea Selatan dan India. Selain itu negara ASEAN juga membentuk FTA bilateral dengan negara-negara Asia Pasifik dan sekitarnya. Perekonomian China bisa dibilang merupakan sebagai salah satu yang terkuat di dunia. Hal ini terlihat dari cadangan devisa China pada akhir tahun 2010 yang mencapai nilai 2,85 triliun dolar AS. Bahkan pada masa krisis global, perekonomian China masih bisa tumbuh. Hal ini terlihat dari data yang dimiliki Dinas Statistik China, yaitu pada kuartal kedua tahun 2009 pertumbuhan ekonomi China meningkat menjadi 7,9 persen dari tahun 2008 yang hanya mencatatkan nilai 1,8 persen. Maka dari itu, negara ASEAN setuju untuk melakukan kerjasama perdagangan dengan China karena mempertimbangkan kekuatan ekonomi China sehingga diharapkan akan memberikan manfaat bagi negara-negara ASEAN dan nantinya akan membuat perekonomian negara ASEAN semakin berkembang juga. China pun juga melihat bahwa ASEAN merupakan sebuah pangsa pasar yang sangat potensial sehingga China yang bisa dikatakan sangat aktif dalam memproduksi barang, dengan adanya CAFTA akan lebih mudah bagi China untuk mengekspor barang produksinya ke negara-negara ASEAN karena tarif biaya masuk bisa mencapai 0 persen. Sehingga akan lebih mempermudah China dan negara ASEAN untuk melaksanakan ekspor-impor. CAFTA (China-ASEAN free trade area) mulai diberlakukan di ASEAN terutama di Indonesia pada tanggal 1 januari 2010. Meskipun begitu, sebenarnya ide mengenai CAFTA ini telah ada sejak tahun 2001 dimana diadakannya KTT ASEAN di Brunei Darussalam yang di awali dengan dibentuknya ASEAN-China Framework Agreement on Economic Cooperation yang disahkan pada KTT ASEAN berikutnya di Phnom Penh, Kamboja, pada November 2002. Perjanjian dagang CAFTA ini ditandatangani menteri-menteri negara Asean dan China pada 2004. Usulan CAFTA ini dimulai dengan proposal yang ditawarkan Hu Jintao pada tahun 2001 dan ditandatangani pada tahun 2004 dalam Asean Summit ke-10 di Vientiane, Laos. Sehingga mulai tahun 2004 barang ekspor impor antara China dan negara-negara ASEAN dikurangi sedikit demi sedikit sehingga biaya masuk menjadi 0 persen di tahun 2010 maka bisa dikatakan bahwa China dan ASEAN menjalin hubungan kerjasama ekonomi dalam bidang perdagangan yang seluas-luasnya dengan membentuk pasar bebas. Diadakannya CAFTA ini adalah karena China adalah mitra dagang utama ASEAN, yaitu ketiga terbesar dan mencatatkan nilai sejumlah 11,3 persen dari total perdagangan ASEAN pada tahun 2008 atau USD 192.600.000.000. Nilai ini merupakan 13.3 persen dari nilai perdagangan global atau senilai setengah dari total perdagangan di Asia pada tahun 2008. Perjanjian ini bertujuan untuk membuat negara yang mengikuti perjanjian ini akan saling mendapatkan keuntungan sehingga terjadi sebuah “simbiosis mutualisme” di dalam sebuah lingkungan internasional yang semakin tanpa batas. Apalagi perjanjian ini dilaksanakan disaat yang tepat setelah terjadinya krisis global sehingga dengan perjanjian pasar bebas ini dilakukan untuk pemulihan keadaan ekonomi yang jatuh akibat krisis global. CAFTA memiliki beberapa dampak positif, diantaranya adalah akan terbangun blok perekonomian regional yang lebih kuat sebagai balance of power blok Uni-Eropa dan Amerika utara dimana Indonesia berada dalam kekuatan tersebut. Lalu, akan terjadi peningkatan output produksi negara-negara ASEAN. Selanjutnya, CAFTA akan mendorong peningkatan daya saing industri dalam negeri lewat efisiensi dan pembenahan struktur biaya. Dan yang terakhir perdagangan bebas menguntungkan bagi konsumen domestik yang merupakan kelompok terbesar. Konsumen akan diberi banyak pilihan terhadap barang-barang dengan harga lebih murah di pasaran. Contohnya adalah pada sektor properti, dengan berlangsungnya perdagangan bebas CAFTA maka diprediksi biaya membangun properti akan lebih murah karena bahan baku yang tersedia di pasaran lebih banyak pilihan dan harga murah pula terutama untuk besi baja dan semen. Bagi produsen domestik pun yang berada di sektor pertanian, perikanan, dan peternakan juga akan diberikan keuntungan dari CAFTA ini karena komponen input dalam produksi mereka seperti pupuk, pakan ternak yang selama ini banyak diimpor dari negara ASEAN akan menjadi lebih murah harganya dan meningkatkan daya saing produk untuk di ekspor. Jika ada dampak positif, tentu ada dampak negatifnya. Dampak negatif dari diadakannya CAFTA ini adalah jatuhnya beberapa sektor industri dalam negeri terutama yang memiliki daya saing rendah. Kondisi sektor-sektor tersebut yang belum cukup siap akan menyebabkan terjadinya deindustrialisasi secara besar-besaran meski ada kemungkinan mereka akan memilih ganti profesi menjadi pedagang. Menurut teori dependensi, bisa dikatakan bahwa sebuah negara membutuhkan negara lain, maka bisa dianalisa bahwa negara ASEAN dan China saling melakukan kerjasama dalam hal perdagangan dalam CAFTA ini karena negara ASEAN dan China saling membutuhkan dalam perdagangan. Seperti yang tertulis sebelumnya bahwa China merupakan mitra dagang utama bagi ASEAN dan ASEAN juga memberikan kontribusi yang banyak dalam perdagangan China dan China juga banyak melakukan investasi di negara ASEAN. Sehingga kerjasama yang ada lebih kepada ketergantungan sebuah negara dengan negara lainnya, ketergantungan ini menyebabkan munculnya kerjasama yang diharapkan akan menjadi sebuah kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam hal ini, untuk memajukan kegiatan perdagangan sehingga perekonomian negara menjadi berkembang dan mampu keluar dari krisis global yang melanda dunia pada tahun 2009. Perjanjian CAFTA terdiri dari enam poin yaitu: (1) Zona perdagangan bebas China-ASEAN yang terdiri dari perdagangan komoditas, perdagangan jasa, kerja sama investasi dan ekonomi. (2) Pengaturan jadwal perundingan. Perundingan disini adalah perundingan mengenai perdagangan komoditas yang dimulai pada awal tahun 2003 dan berakhir sebelum tanggal 30 Juni tahun 2004. Perundingan perdagangan jasa dan investasi juga dimulai pada tahun 2003. Di bidang kerja sama ekonomi, kedua pihak, yaitu China dan negara ASEAN sepakat untuk menitik-bertakan eksploitasi pertanian, teknologi informasi dan telekomunikasi, sumber tenaga kerja, peningkatan investasi dan eksploitasi pengairan Sungai Meikong, secara berangsur-angsur memperluas ke bidang lainnya. (3) Kerangka jadwal pembangunan CAFTA. Kedua pihak seharusnya menurunkan tarif produk normal mulai dari tahun 2005. Pada tahun 2010, China dan anggota lama ASEAN membangun zona perdagangan bebas, dan pada tahun 2015 zona perdagangan bebas China dengan anggota baru ASEAN diresmikan. Sampai pada waktu itu, China dan ASEAN akan menerapkan tarif nol terhadap mayoritas mutlak produk, membatalkan langkah non tarif, merealisasi liberalisasi perdagangan. (4) Isi utama program yaitu Panen Awal atau Early Harvest Program. Kedua pihak merumuskan program Panen Awal agar kedua pihak dengan secepatnya membagikan manfaat dari zona perdagangan bebas. Kedua pihak memutskan menurunkan tarif terhadap 500 lebih produk, terutama produk pertanian mulai dari tanggal 1 Januari tahun 2004, tarif produk-produk tersebut akan diturunkan sampai nol pada tahun 2006. (5) Mengenai komitmen tentang memberikan perlakuan negara preferensial multilateral kepada negara-negara ASEAN non anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Seperti Vietnam, Laos dan Kamboja yang masih belum bergabung dengan WTO. Untuk membantu pembangunan negara-negara tersebut, China setuju untuk memberikan perlakukan negara preferensial multilateral, yaitu mengenai komitmen China kepada WTO berlaku bagi negara-negara tersebut. (6) Mengenai penyusunan peraturan perdagangan terkait. China dan ASEAN akan menyusun peraturan mengenai tempat asal produksi, serta perutaran perdagangan anti dumping, anti subsidi, langkah jaminan dan mekanisme penyelesaian pertikaian untuk menjamin operasi normal zona perdagangan bebas. Pelaksanaan CAFTA Dalam kurun waktu satu tahun, kegiatan CAFTA selain fokus dalam bidang perdagangan dan ekspor impor juga mengadakan banyak kegiatan ekonomi dan perdagangan yang mengusung tema zona perdagangan bebas. Contohnya seperti menggelar Ekspo China-ASEAN, menyelenggarakan Forum CAFTA, meresmikan situs web bisnis CAFTA dan menggelar Forum Usaha Kecil dan Menengah CAFTA. Diharapkan dengan berbagai kegiatan tersebut maka kegiatan perdagangan bebas yang dijalin China dan ASEAN terus dapat terus berjalan dengan baik. Ekonomi China setelah CAFTA diberlakukan Industri di China semakin berkembang karena China memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan sebesar-besarnya sehingga industri China memproduksi banyak barang dan sebagian besar di ekspor ke negara ASEAN, yang memiliki perjanjian pasar bebas dimana dengan mengekspor hasil produksi sebanyak apapun akan mendapat biaya masuk sebesar 0 persen sehingga China mendapatkan keuntungan dari hal ini. Bisa dilihat dalam sebuah daerah di China yang bisa dikatakan sebagai garda depan dan jendela pertukaran bagi kerja sama China dan ASEAN, yaitu propinsi Guangxi. Selain itu, Guangxi bukan hanya partisipan pembentukan CAFTA tapi juga adalah penerima keuntungannya. Keuntungan yang didapat dari Guangxi ini adalah mendorong pertukaran persahabatan Guangxi dengan berbagai negara ASEAN sehingga pembangunan CAFTA juga memacu pertumbuhan pesat perdagangan dan investasi Guangxi dengan ASEAN dan mendorong pembangunan jalur besar internasional Guangxi dengan ASEAN. Guangxi juga menjalin kerjasama selain industri dengan negara ASEAN yaitu dalam bidang pariwisata, budaya, iptek, kesehatan dan pelestarian lingkungan juga semakin meningkat. Dengan berbagai keuntungan yang di dapat oleh Guangxi saja nilai perdagangan yang dicatatkan mengalami kenaikan Sejak tahun 2004 sampai 2008, volume perdagangan Guangxi dan ASEAN bertambah 3 kali lipat. Investasi riil ASEAN di Guangxi juga bertambah 4,38 kali lipat dan volume investasi Guangxi di negara-negara ASEAN bertambah 26 kali lipat. Selain itu setiap tahun, di Guangxi diadakan Ekspo mengenai China-ASEAN sebagai satu-satunya pameran yang mengusung tema CAFTA pasti memainkan peranan yang semakin penting setelah pembentukan CAFTA dan Pertemuan Puncak Bisnis Dan Investasi China-ASEAN. Guangxi telah memainkan peranan penting dalam proses pembangunan CAFTA sehingga citra dan reputasi Guangxi juga meningkat pesat. Guangxi akan lebih lanjut memainkan peranannya sebagai platform pertukaran persahabatan, pendorong ekonomi dan perdagangan, serta kerja sama di berbagai bidang. Arti penting pembentukan CAFTA bagi Guangxi adalah untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan ASEAN, memperdalam keterbukaan kepada dunia luar secara menyeluruh, serta menyesuaikan struktur industri Guangxi lalu CAFTA membantu meningkatkan daya saing pasar industri dan bermanfaat bagi perusahaan lokal Guangxi melangkah keluar dan meningkatkan kerja sama dengan ASEAN di bidang iptek, pendidikan, budaya, kesehatan, ekologi, dan sosial. Dengan semua keuntungan yang dimiliki oleh Guangxi, sebenarnya selalu ada tantangan untuk tetap mempertahankan keuntungan yang didapat, ataupun dengan berusaha semakin memperbesar keuntungan yang didapat yaitu dengan cara meningkatkan daya saing produk Guangxi dan semakin bersahabat dengan investor yang akan menanamkan dananya di Guangxi. Selain berpengaruh terhadap Guangxi, CAFTA juga berpengaruh terhadap keadaan ekonomi Hongkong yang juga merupakan sebuah daerah yang berada di bawah China tetapi tidak mengikuti CAFTA. Pengaruh CAFTA terhadap Hongkong bisa dilihat dari produsen Hongkong daratan yang tetap bisa mendapatkan keuntungan dari CAFTA's zero-tariff ketika mereka mengekspor barang mereka ke ASEAN dengan label barang asli produk China dan biaya mereka mengimpor produk ASEAN seperti karet dan plastik juga diturunkan. Selain itu ASEAN menyumbang sekitar 10 persen dari total perdagangan Hongkong tetapi karena krisis ekonomi global maka ekspor Hongkong dan re-ekspor produk asli China untuk ASEAN turun 17 persen pada tahun 2009. Keuntungan yang didapakan China sebenarnya karena strategi yang mereka miliki sejalan dengan strategi pemasaran dalam melakukan bisnis di dunia internasional yang lebih dikenal dengan FDI atau Foreign Direct investment. seorang investor akan mempertimbangkan berbagai macam hal yang ada di host country atau negara tujuan investor. Sesuai dengan tujuannya untuk menciptakan lahan bisnis baru dan mencapai keuntungan yang maksimal maka sudah sewajarnya investor mepertimbangkan banyak hal, karena dengan melakukan investasi di sebuah negara yang bisa dikatakan asing, seorang investor pasti tidak akan mau untuk merugi sehingga faktor yang diperhatikan bagi seorang investor adalah (1) Teknologi. Jika teknologi yang terdapat di host country kurang memadai, maka investor masih harus men-supply teknologi ke negara tersebut. Hal ini akan beda jika host country memiliki teknologi yang memadai, maka investor mungkin hanya akan mensuply teknologi tidak sebanyak jika host country memiliki teknologi yang kurang memadai. (2) Lokasi dari host country tersebut strategis atau tidak. Karena jika host country memiliki lokasi yang strategis akan memiliki kemungkinan untuk mendukung perusahaan menjadi semakin besar. Begitu juga sebaliknya jika lokasi kurang atau bahkan tidak strategis dalam melakukan investasi dan perdagangan maka akan kecil kemungkinannya untuk mendukung perusahaan menjadi semakin besar. (3) Penduduk atau sumber daya manusia (SDM) host country. Jika host country memiliki jumlah penduduk yang besar dan memiliki SDM yang memadai dalam hal ini berpendidikan atau terlatih, akan lebih banyak menarik investor untuk masuk karena akan memudahkan untuk mencari tenaga kerja yang berpendidikan dan terlatih dan dengan biaya yang murah karena berasal dari host country. Selain itu syarat untuk menjadi host country supaya mampu menarik banyak investor antara lain adalah kesempatan ekonomi bagi investor, seperti dekat dengan sumber daya alam, tersedianya bahan baku, tersedianya lokasi untuk mendirikan pabrik, tersedianya tenaga kerja dan pasar yang prospektif. Lalu pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan memberikan jaminan keamanan, penerapan peraturan dan kebijakan, terutama konsistensi penegakan hukum dan keamanan serta memperbaiki sistem peradilan dan hukum. Faktor stabilitas politik juga harus diperhatikan oleh host country karena konflik yang terjadi di antara elit politik atau dalam masyarakat akan berpengaruh terhadap iklim penanaman modal dan kondisi sosial politik yang masih labil mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap arus penanaman modal (http://dte.gn.apc.org/fifdi.htm) sehingga China sudah sewajarnya harus selalu mengembangkan apa yang telah mereka miliki yaitu SDM yang melimpah dan seharusnya diberikan pelatihan supaya menjadi SDM yang terlatih sehingga investor akan selalu tertarik untuk menanamkan modalnya disana sehingga perekonomian China semakin berkembang dan industri yang ada semakin maju sehingga akan terus memproduksi barang-barang yang akan diekspor ke negara-negara lain terutama negara ASEAN yang memiliki perjanjian pasar bebas dengan China. Perekonomian Indonesia setelah CAFTA Pelaksanaan CAFTA di Indonesia mengalami pro kontra di masyarakat. Hal ini terjadi karena pengusaha kecil dan menengah di Indonesia khawatir dengan semakin banyaknya produk produksi China yang masuk ke Indonesia akan mengakibatkan usahanya gulung tikar karena kalah bersaing dengan barang produksi China. Meskipun begitu, pemerintah terus meyakinkan masyarakat dan pengusaha kecil dan menengah tersebut bahwa mereka akan tetap bertahan di dalam kondisi perdagangan bebas dengan China. Dalam bidang industri teknologi informasi atau TI, sebenarnya CAFTA tidak terlalu berpengaruh secara signifikan karena bea masuk produk maupun komponen TI sudah 0 persen. Dari sejumlah 1.516 pos tarif sektor industri manufaktur yang saat ini memiliki tarif 5 persen telah menjadi 0 persen mulai 1 Januari 2010. Meskipun begitu CAFTA memberikan keuntungan bagi masyarakat yaitu membuat harga lebih kompetitif yang pada akhirnya menguntungkan konsumen sehingga masyarakat dapat memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang lebih murah. Tapi muncul juga masalah dalam hal ini karena dengan banyaknya barang yan berkualitas dan dengan harga yang relatif murah membuat industri TI akan bangkrut jika tidak dapat bersaing dengan produk TI China tersebut. Harga yang relatif lebih murah akan membuat orang cenderung lebih memilih produk China, walau secara kualitas dapat saja produk Indonesia lebih baik kualitasnya, tetapi masyarakat lebih cenderung memilih barang yang memiliki harga lebih murah tanpa melihat kualitas produk itu sendiri karena dengan keterbatasan dana yang dimiliki masyarakat Indonesia terutama masyarakat tingkat menengah kebawah maka produk China lebih dipilih atau diminati masyarakat. Sehingga dalam pemberlakuan CAFTA, industri TI di Indonesia sudah sewajarnya memiliki strategi-strategi untuk tetap menjaga mereka tetap bertahan di dalam kondisi pasar bebas dan barang produksi China yang semakin banyak beredar di Indonesia. Strategi yang perlu disiapkan industri TI nasional guna menghadapi CAFTA adalah melakukan kerjasama berbagai pihak terkait untuk bersama-sama mengejar ketertinggalan dan ketidaksiapan, sehingga siap bersaing dalam pasar bebas China dan Asean. Industri TI nasional perlu melibatkan Departemen Perindustrian, Perdagangan, BUMN, Koperasi dan UKM dan Kementerian Keuangan yang banyak terkait dalam program ini, tentunya akan saling bersinergi demi tercapainya kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selain produk TI, barang eletronik seperti handphone merk China juga semakin beredar luas di masyarakat. Karena handphone China lebih banyak menawarkan fitur-fitur terbaru dan tidak kalah menarik dengan handphone yang sudah lebih banyak beredar seperti Sony Ericssson, Nokia, bahkan yang sekarang sedang booming adalah Blackberry. Bisa dibilang perusahaan handphone China sangat kreatif dalam melihat pangsa pasar yang sedang berkembang di Indonesia. Di saat masyarakat Indonesia sedang menggandrungi Blackberry, perusahaan China langsung memproduksi handphone yang memiliki nama mirip yaitu Blueberry meskipun fitur dan kualitasnya jauh di bawah handphone Blackberry dan dengan harga yang jauh di bawah handphone asli Blackberry. Saat sedang booming handphone yang bisa digunakan sebagai modem, perusahaan China melalui ZTE juga memasarkan handphone nya melalui bundling dengan perusahaan lokal yaitu Smart Telecom, sehingga jika masyarakat ingin memiliki handphone sekaligus digunakan sebagai modem, masyarakat bisa memilih membeli handphone ZTE yang sudah di bundling dengan Smart. Harganya pun sangat murah dibandingkan jika harus membeli handphone dan modem secara terpisah. Dengan handphone merk lokal seperti Nexian saja, handphone merk China masih lebih unggul dan menjadi pilihan. Karena dengan harga yang tidak terpaut jauh, fitur yang dimiliki lebih baik dan dengan kualitas yang tidak beda jauh juga. Masyarakat Indonesia sedang menyukai memiliki banyak nomor ponsel sekaligus, maka handphone merk China hadir dengan fitur Dual sim Card atau dua kartu provider di dalam satu handphone dan dua nomor tersebut aktif dalam waktu yang sama. Sehingga konsumen tidak perlu untuk membuka tutup handphone hanya untuk berganti nomor handphone. Maka dengan keunggulan harga dan fitur yang dimiliki oleh handphone China dibandingkan dengan handphone merk lokal, masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih handphone merk China karena bisa dibilang handphone pada masa sekarang merupakan sebuah kebutuhan dan sebuah prestise tersendiri bagi yang memilikinya. Semakin banyaknya handphone merk China yang masuk ke Indonesia terlihat dari data yang dimiliki Ditjen Postel bahwa dalam tiga bulan yaitu Desember 2009 hingga awal Maret 2010, terdapat 50 jenis ponsel baru yang diajukan importer untuk dipasarkan di Indonesia. Di antara jumlah itu, 70 persen diimpor dari China (http://antasari.net/dampak-cafta-dibuka-hand-phone-murah-China-pun-banjiri-pasar-indonesia/). Meskipun begitu handphone yang masuk ke Indonesia harus menjalani pengujian dan sertifikasi dari pemerintah sebelum dipasarkan. Landasan utama pengujian dan sertifikasi adalah Peraturan Menteri Kominfo No 29/PER/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi. Dalam mengajukan permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi syaratnya bisa dikatakan sangat mudah karena hanya perlu menunjukkan dokumen-dokumen perusahaan, seperti SIUP dan NPWP. Lalu importer juga harus menyertakan surat pernyataan kesanggupan memberikan garansi dan layanan purnajual di atas meterai kecuali alat dan perangkat telekomunikasi tidak untuk diperdagangkan dan membuat surat pernyataan bahwa sampel uji ponsel ataupun perangkat telekomunikasi telah tersedia dan siap diuji. Importer harus menyediakan beberapa unit untuk sampel uji. Di antaranya, untuk customer premises equipment (CPE) sebanyak 2 unit, jaringan atau akses (non-CPE ) satu unit, dan satu unit jika dipergunakan untuk keperluan sendiri atau tidak untuk diperdagangkan. handphone yang diimpor harus memiliki dokumen teknis perangkat. Misalnya, buku manual dan spesifikasi teknis dalam bahasa Indonesia atau paling tidak dalam bahasa Inggris. Waktu penyelesaian pengujian dan sertifikasi adalah maksimal 21 hari untuk pengujian perangkat, maksimal satu hari untuk laporan hasil uji, maksimal tiga hari untuk evaluasi hasil uji, termasuk jika ada penolakan dalam evaluasi, dan maksimal dua hari untuk penerbitan sertifikat. Dengan adanya pengujian dan sertifikasi ini, pemerintah mendapatkan pemasukan yang cukup besar dari impor ponsel atau perangkat telekomunikasi. Hal imi terlihat dari biaya pengujian Rp 4,5 juta hingga Rp 9 juta per unit dan biaya sertifikasi Rp 4,5 juta per unit. Dalam menghadapi CAFTA pemerintah dan pelaku industri secara keseluruhan harus mempunyai cara untuk memproteksi barang produksi dalam negeri. Pertama, berkaitan dengan masalah kebijakan pemerintah soal pajak dan energi. Pajak yang ditetapkan oleh pemerintah kepada produk dalam negeri bisa dikatakan tinggi jika dibandingkan dengan barang impor dari China yang masuk ke Indonesia dengan biaya masuk mencapai nol persen. Sedangkan energi disini maksudnya adalah mengenai tersedianya listrik yang masih kurang di daerah-daerah sehingga barang produksi dalam negeri menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan barang produksi China karena biaya produksi yang juga lebih besar meskipun terkadang barang produksi Indonesia memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan barang produksi China. Kedua, berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam menangani produk impor. Pemerintah bisa menggunakan kewenangannya dalam menentukan standar dan kriteria-kriteria produk yang bisa masuk ke Indonesia. Itu artinya pemerintah bisa melarang produk tertentu, jika dianggap tidak memenuhi standar atau kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh indonesia. Kebijakan ini selain bermanfaat melindungi konsumen Indonesia, juga untuk melindungi produk dalam negeri dari serangan berbagai produk murah yang kualitasnya tidak jelas. Terakhir adalah bagaimana pemerintah dan kalangan industri membuat strategi untuk mendorong masyarakat agar mengonsumsi dan mencintai produk dalam negeri. Sehingga indutri dalam negeri terutama yang menengah kebawah dapat terus bertahan di dalam banyaknya barang produksi China yang masuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia dan China juga melakukan beberapa kesepakatan yang dilakukan pada Pertemuan Komisi Bersama atau Joint Commission Meeting (JMC) ke-10 di Yogyakart pada tanggal 3 April 2010. Saait itu Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming. JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan. JMC ini menghasilkan tujuh kesepakatan. Pertama, pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis seperti pisang, nenas, rambutan dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China. Kedua. China dan Indonesia sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan atau Working Group on Trade Resolution (WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di China demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan. Ketiga, China setuju membuka cabang Bank Mandiri di China sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara. Keempat, kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Kelima, kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin. Keenam, kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini. Ketujuh, membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation yang antara lain berisi: (1) Deklarasi Bersama antara Indonesia dan China mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara. (2) Kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara. (3) Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. (4) Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan. (5) Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut. Kesimpulan Perekonomian China dan Indonesia secara keseluruhan mengalami perkembangan yang signifikan. Perekonomian China melalui industrinya semakin berkembang karena semakin banyak barang yang di ekspor ke negara ASEAN. Begitupun Indonesia yang semakin mudah dalam melakukan kegiatan ekspor impor. Meskipun begitu bisa dikatakan bahwa Indonesia kurang memaksimalkan kesempatan yang ada sehingga lebih banyak barang produksi China yang masuk ke Indonesia dibandingkan dengan ekspor Indonesia ke China. Hal ini terjadi karena peraturan yang ada di Indonesia dan China sangat berbeda. Jika China sangat mengatur barang yang masuk ke negaranya dan sangat memproteksi barang produksi dalam negeri, Indonesia melakukan yang kebalikannya. Indonesia semakin mempermudah masuknya barang produksi ke Indonesia. Menurut penulis hal ini terjadi karena tingkat percaya diri pemerintah Indonesia yang tinggi akan pengusaha kecil dan menengah yang akan mampu bersaing dengan barang produksi China. Padahal belum tentu semua usaha kecil dan menengah tersebut akan mampu bersaing, bahkan bisa saja usaha kecil dan menengah itu segera gulung tikar karena ketidak mampuan untuk bersaing. Masalah mengenai nasionalisme juga penulis nilai sangat berpengaruh terhadap bertahannya industri kecil dan menengah. Jika di China masyarakatnya dikenal sangat nasionalis dan lebih cenderung untuk membeli barang dalam negeri maka di Indonesia, masyarakatnya cenderung untuk membeli barang impor karena akan memiliki sebuah gengsi tersendiri jika mempunyai barang yang merupakan impor dari luar negeri, bahkan produk China di Indonesia bisa dibilang sangat murah jika dibandingkan dengan barang sejenis meskipun kualitas yang dimiliki belum teruji dengan pasti. Contohnya handphone produk China. Banyak yang mengatakan bahwa handphone China memiliki kualitas yang buruk. Hanya bisa digunakan dalam waktu beberapa bulan saja, setelah itu handphone akan rusak, mati dan tidak bisa digunakan kembali. Jika sudah seperti itu, handphone yang rusak itu hanya akan dibuang dan tidak bisa di jual kembali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, CAFTA memang memiliki banyak keuntungan dan kelebihan bagi negara-negara yang mengikutinya, tetapi juga akan mendatangkan kerugian jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas barang produksi dalam negeri. Jika tidak ada peningkatan kualitas maka usaha dalam negeri akan kalah bersaing dengan barang impor. Daftar Pustaka Anon. 2010. Bagaimana Pengaruh CAFTA pada Industri Teknologi Informasi TI, Baik Buruk?. [online] dalam http://www.blog.mybcshop.com/2010/02/bagaimana-pengaruh-cafta-pada-industri-teknologi-informasi-ti-baik-buruk/ (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Anon. 2011. Cadangan Devisa Cina Pecahkan Rekor Baru, 2,87 Triliun Dolar AS. [online] dalam http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/11/01/11/157779-cadangan-devisa-China-pecahkan-rekor-baru-287-triliun-dolar-as (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Anon. 2010. China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) – Implications for Hong Kong’s Merchandise Exports. [online] dalam http://www.hktdc.com/info/mi/a/ef/en/1X06OJ4B/1/Economic-Forum/China-ASEAN-Free-Trade-Area-CAFTA-Implications-For-Hong-Kong-S-Merchandise-Exports.htm (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Anon. 2011. Kecenderungan Perkembangan Kelanjutan CAFTA Sangat Kuat. [online] dalam http://indonesian.cri.cn/201/2011/01/04/1s115358.htm (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Anon. 2006. Memahami Investasi Langsung Luar Negeri. [online] dalam http://dte.gn.apc.org/fifdi.htm (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Anon. 2010. Pembentukan CAFTA Tandai Keterbukaan Guangxi Masuki Tahap Baru. [online] dalam http://indonesian.cri.cn/481/2010/01/07/1s106426.htm (diakses pada tanggal 11 januari 2010) Antasari. 2010. Dampak CAFTA Dibuka Hand Phone Murah Cina pun Banjiri Pasar Indonesia. [online] dalam http://antasari.net/dampak-cafta-dibuka-hand-phone-murah-cina-pun-banjiri-pasar-indonesia/ (diakses pada tanggal 11 januari 2011) ASEAN Secretariat. 2010. ASEAN-China Free Trade Area: Not a Zero-Sum Game. [online] dalam http://www.aseansec.org/24161.htm (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Astrid Freyeisen dan Luky Setyarini. 2009. Pertumbuhan Ekonomi Cina Melonjak Pesat Di Tengah Krisis. [online] dalam http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4493734,00.html (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Chia Siow Yue. 2004. ASEAN-China Free Trade Area. [online] dalam http://www.hiebs.hku.hk/aep/Chia.pdf (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Ech-wan. 2009. Indonesia vs China : Studi Komparatif Bisnis Ekonomi dalam CAFTA 2010. [online] dalam http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/indonesia-vs-china-studi-komparatif-bisnis-ekonomi-cafta/ (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Ekonomikatiok. 2010. CAFTA telah dimulai. [online] dalam http://ekonomikatiok.blogspot.com/2010/03/cafta-telah-dimulai.html (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Folsom, Ralph H., Gordon, Michael W., & Spanogle, John A., Jr., 2005. Principles of International Business Transactions: Trade and Economic Relations. St. Paul: Thomson West. Hisam Mansur. 2010. Jangan Salahkan Cina. [online] dalam http://www.tribunjabar.co.id/read/artikel/14853 (diakses pada tanggal 11 januari 2011) M. Sabeth Abilawa. 2010. Menimbang untung-rugi CAFTA. 2010. [online] dalam http://www.primaironline.com/interaktif/opini/menimbang-untung-rugi-cafta/print (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Seo. 2010. CAFTA (China ASEAN Free Trade Area). [online] dalam http://www.free-7.net/2010/01/cafta-china-asean-free-trade-area.html (diakses pada tanggal 11 januari 2011) Umi Kalsum dan Elly Setyo Rini. 2010. ACFTA, RI-China Bikin Tujuh Kesepakatan. [online] dalam http://bisnis.vivanews.com/news/read/141259-acfta__ri_china_bikin_tujuh_kesepakatan (diakses pada tanggal 11 januari 2011)